Pada dasarnya, korupsi adalah suatu
pelanggaran hukum yang kini telah menjadi suatu kebiasaan. Masalah korupsi
sudah jadi budaya dan layak untuk dipatenkan sebagai salah satu budaya di
negara tercinta ini. Bagaimana tidak, dari hulu sampai hilir, semua wilayah
Indonesia saat ini sudah membudayakan korupsi, sudah berbagai macam cara yang
dilakukan untuk memperindah korupsi yang ada. Padahal kita semua sudah
sama-sama mengerti korupsi adalah suatu pelanggaran hukum akan tetapi
kini telah menjadi suatu kebiasaan. Berdasarkan data Transparency Internasional
Indonesia, kasus korupsi di Indonesia belum teratasi dengan baik. Indonesia
menempati peringkat ke-100 dari 183 negara pada tahun 2011 dalam Indeks Persepsi
Korupsi.
Di era demokrasi, korupsi akan
mempersulit pencapaian good governance dan pembangunan
ekonomi. berbagai hal yang dapat menyebabkan korupsi, antara lain masalah
ekonomi, yaitu rendahnya penghasilan yang diperoleh jika dibandingkan dengan kebutuhan
hidup dan gaya hidup yang konsumtif, budaya memberi tips (uang pelicin), budaya
malu yang rendah, sanksi hukum lemah yang tidak mampu menimbulkan efek jera,
penerapan hukum yang tidak konsisten dari institusi penegak hukum, dan
kurangnya pengawasan hukum.
Dalam upaya pemberantasan korupsi, diperlukan kerja sama semua pihak maupun semua elemen masyarakat, tidak hanya institusi terkait saja. Beberapa institusi yang diberi kewenangan untuk memberantas korupsi, antara lain KPK, Kepolisian, Indonesia Corruption Watch (ICW), Kejaksaan. Adanya KPK merupakan salah satu langkah berani pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dalam upaya pemberantasan korupsi, diperlukan kerja sama semua pihak maupun semua elemen masyarakat, tidak hanya institusi terkait saja. Beberapa institusi yang diberi kewenangan untuk memberantas korupsi, antara lain KPK, Kepolisian, Indonesia Corruption Watch (ICW), Kejaksaan. Adanya KPK merupakan salah satu langkah berani pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dalam menangani kasus korupsi, yang harus disoroti adalah oknum pelaku dan hukum. Kasus korupsi dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga membawa dampak buruk pada nama instansi hingga pada pemerintah dan negara. Hukum bertujuan untuk mengatur, dan tiap badan di pemerintahan telah memiliki kewenangan hukum sesuai dengan perundangan yang ada. Penanganan kasus korupsi harus mampu memberikan efek jera agar tidak terulang kembali. Tidak hanya demikian, sebagai warga Indonesia kita wajib memiliki budaya malu yang tinggi agar segala tindakan yang merugikan negara seperti korupsi dapat diminimalisir.
Negara kita adalah negara hukum. Semua warga negara Indonesia memiliki derajat dan perlakuan yang sama di mata hukum. Maka dalam penindakan hukum bagi pelaku korupsi haruslah tidak boleh pilih kasih, baik bagi pejabat atau pun masyarakat kecil. Diperlukan sikap jeli pemerintah dan masyarakat sebagai aktor inti penggerak demokrasi di Indonesia, terutama dalam memilih para pejabat yang akan menjadi wakil rakyat. Tidak hanya itu, semua elemen masyarakat juga berhak mengawasi dan melaporkan kepada institusi terkait jika terindikasi adanya tindak pidana korupsi.
Saat ini masalah korupsi sedang
hangat-hangatnya dibicarakan publik, masyarakat yang menjadi korban korupsi
atau pun pelaku korupsi itu sendiri. Banyak para ahli mengemukakan
pendapatnya tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro ada pula
yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan
dapat merusak sendi-sendi kebersamaan bangsa. Pada hakekatnya, korupsi
adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi
menghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.
Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat
diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang
eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang
pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya laten yang harus
diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.
Korupsi adalah produk dari sikap hidup
satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan
sebagai kekuasaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan
para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit
yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status
sosial yang tinggi di mata masyarakat. Korupsi sudah berlangsung
lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad pertengahan dan
sampai sekarang. Korupsi terjadi di berbagai negara, tak terkecuali di
negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri yang
sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada
masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat
dan kontrol sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi. Tetapi
dengan semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya
usaha-usaha pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru,
maka semakin kuat dorongan individu terutama di kalangan pegawai negari
untuk melakukan praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan.
Korupsi dimulai dengan semakin
mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang diinginkan, sedangkan proses
birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang atau badan menginginkan
jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalanimbalan dengan cara memberikan
uang pelicin (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung terus menerus
sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan masyarakat, sehingga
timbul golongan pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang kaya baru) yang memperkaya
diri sendiri (ambisi material). Agar tercapai tujuan pembangunan
nasional, maka mau tidak mau korupsi harus diberantas. Ada beberapa cara
penanggulangan korupsi, dimulai yang sifatnya preventif maupun yang
represif.
Sebab-sebab korupsi Ada beberapa sebab
terjadinya praktek korupsi. Singh (1974) menemukan dalam penelitiannya
bahwa penyebab terjadinya korupsi di India adalah kelemahan moral
(41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2 %),
hambatan struktur sosial (7,08 %). Sementara itu Merican (1971)
menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi
adalah sebagai berikut :
a. Peninggalan pemerintahan kolonial.
b. Kemiskinan dan ketidaksamaan.
c. Gaji yang rendah.
d. Persepsi yang populer.
e. Pengaturan yang bertele-tele.
f. Pengetahuan yang tidak cukup dari
bidangnya.
Dari pendapat para ahli diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai
berikut :
1. Gaji yang rendah, kurang sempurnanya
peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya.
2. Warisan pemerintahan kolonial.
3. sikap mental pegawai yang ingin cepat
kaya dengan cara yang tidak halal, tidak ada kesadaran bernegara, tidak
ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah
Dampak korupsi
Berkaitan dengan dampak yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi, setidaknya terdapat dua konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi sistemik terhadap proses demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan adalah :
a. Korupsi mendelegetimasikan proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang;
b. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law. Hukum dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaan dan pemilik modal;
c. Korupsi meniadakan sistem promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja karena hubungan patron-client dan nepotisme;
d. Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga menganggu pembangunan yang berkelanjutan;
e. Korupsi mengakibatkan sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.
Berkaitan dengan dampak yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi, setidaknya terdapat dua konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi sistemik terhadap proses demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan adalah :
a. Korupsi mendelegetimasikan proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang;
b. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law. Hukum dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaan dan pemilik modal;
c. Korupsi meniadakan sistem promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja karena hubungan patron-client dan nepotisme;
d. Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga menganggu pembangunan yang berkelanjutan;
e. Korupsi mengakibatkan sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.
Korupsi yang sistematik dapat
menyebabkan :
a. Biaya ekonomi tinggi oleh penyimpangan intensif.
b. Biaya politik oleh penjarahan atau pengangsiran terhadap suatu lembaga publik.
c. Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan yang tidak berimbang.
a. Biaya ekonomi tinggi oleh penyimpangan intensif.
b. Biaya politik oleh penjarahan atau pengangsiran terhadap suatu lembaga publik.
c. Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan yang tidak berimbang.
Korupsi yang terjadi di Indonesia tidak
hanya terjadi diinstansi yang dengan seragam rapi fantofel menkilat dengan
hiasan dasi bermerek yang banyak terjadi di dinas-dinas ataupun daerah bahkan
untuk tingkat desapun sudah mulai fasih dan paham dalam melakukan tindak
korupsi Contoh nyata untuk tingkat Desa dengan ruang lingkup yang kecil dengan
tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat yang masih rendah seorang oknum
kepala desa beserta aparaturnya dapat melakukan korupsi disegala bidang dan
kesempatan.
1. Anggaran
Dana Desa (ADD) yang seharusnya menjadi pembangunan desa tidak terealisasi sama
sekali, karena tidak ada kontrol dari masyarakat,
2. Beras
untuk masyarakat miskin (RASKIN) dengan modus menambahkan data masyarakat
miskin sehingga ada sisa setelah beras dibagikan dan itupun masuk kantong
pribadi,
3. Program
Keluarga Harapan (PKH) Nominal yang diterima masyarakat tidak sesuai dengan
ketentuan, banyak potongan sana-sini yang paling parah adalah adanya data
fiktif yang tidak sesuai dengan data asli.
4. Program
Nasional Pembangunan mandiri (PNPM), tidak terbukanya dana penggunaan Rancangan
Anggaran BelanjaRAB, dan Simpan Pinjam Perempuan SPP yang fiktif.
5. Pengadaan
kompor gas, masyarakat hanya menjadi bahan data dan tidak pernah menerima apa
yang seharusnya menjadi hak masyarakat. Kompor gas malah yang sudah ada malah
diperjual belikan.
Tidak terbayangkan bagaimana dengan
kebiasan atau instansi yang ada di atas Desa dimana semuanya saling berkaitan,
mana yang katanya pengawsan terhadap pembangunan? Pengawan terhadap pembangunan
tidak terjadi yang ada hanya pengawasan jatah setiap kali bertamu harus tetap
ada.
Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu
yang busuk, jahat, dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan
menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral,
sifat keadaan yang busuk, jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik,
serta penempatan keluarga atau golongan kedalam kedinasan di bawah kekuasaan
jabatannya.
Saat ini untuk memberikan efek jera
Indonesia perlu hukuman titik Untuk dijadikan solusi pembasmian penyakit
korupsi. Bukan lagi hukuman-hukuman yang selalu berakhir koma tanpa pernah ada
titik, sehingga Indonesia semakin terjangkit penyakit korupsi dan penyakit
korupsi di Indonesia ini terus tumbuh subur diatas kebosanan dan kejemuan,
serta yang penting lagi adalah hukuman titik atau mati akan mengeluarkan
Indonesia dari wabah penyakit korupsi.
Sumber:
Ulasan Menurut Penulis
Sungguh
memprihatinkan melihat kondisi bangsa kita. Kasus korupsi merajalela dan
menjadi budaya di Indonesia. Ibarat wabah
penyakit, korupsi sudah menyerang dan menyebar ke seluruh organ-organ dalam
tubuh bangsa kita. Menggerogoti setiap sendi-sendi ekonomi negara. Saya
sangat setuju bahwa para aktor korupsi harus diproses sesuai hukum yang
berlaku. Karena korupsi jelas berpengaruh
terhadap lingkungan baik di bidang mental maupun kehidupan/perekonomian hidup
masyarakat. Kalau korupsi sudah dilaksanakan mulai pegawai rendahan sampai
dengan pegawai tinggi atau pejabat maka korupsi sudah menjadi
"budaya" yang tentunya merusak tatanan kehidupan masyarakat. Permasalahannya
terletak pada hukum Indonesia yang masih belum tegas dalam menegakkan kasus
ini. Meskipun sistem pengawasan, pencegahan,
sekaligus penindakan terhadap kasus korupsi yang diwujudkan dengan pembuatan
undang-undang, bahkan pembentukan lembaga seperti KPK telah ditegakkan. Namun,
pada kenyataannya belum juga mampu sepenuhnya memberantas korupsi sampai ke
akar-akarnya. Salah satu contoh pencegahan yang dilakukan yaitu dengan menumbuh
kembangkan kesadaran anti korupsi dalam jiwa-jiwa penerus bangsa.
Pendidikan anti korupsi juga perlu diajarkan di sekolah-sekolah. Siswa sekolah
perlu diingatkan dan ditanamkan kesadaran bahwa korupsi itu sama dengan
mencuri.
TUGAS ILMU BUDAYA DASAR (12)
NAMA: Novi Amanda Igasenja
KELAS: 1ID07
NPM: 364 13 516
KELAS: 1ID07
NPM: 364 13 516