Jumat, 03 Januari 2014

Korupsi Sudah Jadi Budaya

Pada dasarnya, korupsi adalah suatu pelanggaran hukum yang kini telah menjadi suatu kebiasaan. Masalah korupsi sudah jadi budaya dan layak untuk dipatenkan sebagai salah satu budaya di negara tercinta ini. Bagaimana tidak, dari hulu sampai hilir, semua wilayah Indonesia saat ini sudah membudayakan korupsi, sudah berbagai macam cara yang dilakukan untuk memperindah korupsi yang ada. Padahal kita semua sudah sama-sama mengerti korupsi adalah suatu pelanggaran hukum akan tetapi kini telah menjadi suatu kebiasaan. Berdasarkan data Transparency Internasional Indonesia, kasus korupsi di Indonesia belum teratasi dengan baik. Indonesia menempati peringkat ke-100 dari 183 negara pada tahun 2011 dalam Indeks Persepsi Korupsi.

Di era demokrasi, korupsi akan mempersulit pencapaian good governance dan pembangunan ekonomi. berbagai hal yang dapat menyebabkan korupsi, antara lain masalah ekonomi, yaitu rendahnya penghasilan yang diperoleh jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup dan gaya hidup yang konsumtif, budaya memberi tips (uang pelicin), budaya malu yang rendah, sanksi hukum lemah yang tidak mampu menimbulkan efek jera, penerapan hukum yang tidak konsisten dari institusi penegak hukum, dan kurangnya pengawasan hukum.

Dalam upaya pemberantasan korupsi, diperlukan kerja sama semua pihak maupun semua elemen masyarakat, tidak hanya institusi terkait saja. Beberapa institusi yang diberi kewenangan untuk memberantas korupsi, antara lain KPK, Kepolisian, Indonesia Corruption Watch (ICW), Kejaksaan. Adanya KPK merupakan salah satu langkah berani pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dalam menangani kasus korupsi, yang harus disoroti adalah oknum pelaku dan hukum. Kasus korupsi dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga membawa dampak buruk pada nama instansi hingga pada pemerintah dan negara. Hukum bertujuan untuk mengatur, dan tiap badan di pemerintahan telah memiliki kewenangan hukum sesuai dengan perundangan yang ada. Penanganan kasus korupsi harus mampu memberikan efek jera agar tidak terulang kembali. Tidak hanya demikian, sebagai warga Indonesia kita wajib memiliki budaya malu yang tinggi agar segala tindakan yang merugikan negara seperti korupsi dapat diminimalisir.

Negara kita adalah negara hukum. Semua warga negara Indonesia memiliki derajat dan perlakuan yang sama di mata hukum. Maka dalam penindakan hukum bagi pelaku korupsi haruslah tidak boleh pilih kasih, baik bagi pejabat atau pun masyarakat kecil. Diperlukan sikap jeli pemerintah dan masyarakat sebagai aktor inti penggerak demokrasi di Indonesia, terutama dalam memilih para pejabat yang akan menjadi wakil rakyat. Tidak hanya itu, semua elemen masyarakat juga berhak mengawasi dan melaporkan kepada institusi terkait jika terindikasi adanya tindak pidana korupsi.

Saat ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik, masyarakat yang menjadi korban korupsi atau pun pelaku korupsi itu sendiri. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro ada pula yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat merusak sendi-sendi kebersamaan bangsa.  Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi menghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya laten yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.

Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat  dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi di mata  masyarakat.  Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma  sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi di berbagai negara,  tak terkecuali di negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri  yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada  masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan kontrol  sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi. Tetapi dengan semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha  pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka  semakin kuat dorongan individu terutama di kalangan pegawai negari untuk  melakukan praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan.

Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan  yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang  atau badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalanimbalan dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan  masyarakat, sehingga timbul golongan pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang kaya baru) yang memperkaya diri sendiri (ambisi material). Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka mau tidak mau korupsi  harus diberantas. Ada beberapa cara penanggulangan korupsi, dimulai yang sifatnya  preventif maupun yang represif.

Sebab-sebab korupsi Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974) menemukan  dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi di India adalah kelemahan  moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2 %), hambatan struktur sosial (7,08 %).  Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi
adalah sebagai berikut :
a. Peninggalan pemerintahan kolonial.
b. Kemiskinan dan ketidaksamaan.
c. Gaji yang rendah.
d. Persepsi yang populer.
e. Pengaturan yang bertele-tele.
f. Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.

Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab  terjadinya korupsi adalah sebagai berikut :
1. Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan,  administrasi yang lamban dan sebagainya.
2. Warisan pemerintahan kolonial.
3. sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak  ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang  dilakukan oleh pejabat pemerintah

Dampak korupsi
Berkaitan dengan dampak yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi, setidaknya terdapat dua konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi sistemik terhadap proses demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan adalah :
a. Korupsi mendelegetimasikan proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang;
b. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law. Hukum dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaan dan pemilik modal;
c. Korupsi meniadakan sistem promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja karena hubungan patron-client dan nepotisme;
d. Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga menganggu pembangunan yang berkelanjutan;
e. Korupsi mengakibatkan sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.

Korupsi yang sistematik dapat menyebabkan :
a. Biaya ekonomi tinggi oleh penyimpangan intensif.
b. Biaya politik oleh penjarahan atau pengangsiran terhadap suatu lembaga publik.
c. Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan yang tidak berimbang.
Korupsi yang terjadi di Indonesia tidak hanya terjadi diinstansi yang dengan seragam rapi fantofel menkilat dengan hiasan dasi bermerek yang banyak terjadi di dinas-dinas ataupun daerah bahkan untuk tingkat desapun sudah mulai fasih dan paham dalam melakukan tindak korupsi Contoh nyata untuk tingkat Desa dengan ruang lingkup yang kecil dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat yang masih rendah seorang oknum kepala desa beserta aparaturnya dapat melakukan korupsi disegala bidang dan kesempatan.
1. Anggaran Dana Desa (ADD) yang seharusnya menjadi pembangunan desa tidak terealisasi sama sekali, karena tidak ada kontrol dari masyarakat,
2. Beras untuk masyarakat miskin (RASKIN) dengan modus menambahkan data masyarakat miskin sehingga ada sisa setelah beras dibagikan dan itupun masuk kantong pribadi,
3. Program Keluarga Harapan (PKH) Nominal yang diterima masyarakat tidak sesuai dengan ketentuan, banyak potongan sana-sini yang paling parah adalah adanya data fiktif yang tidak sesuai dengan data asli.
4. Program Nasional Pembangunan mandiri (PNPM), tidak terbukanya dana penggunaan Rancangan Anggaran BelanjaRAB, dan Simpan Pinjam Perempuan SPP yang fiktif.
5. Pengadaan kompor gas, masyarakat hanya menjadi bahan data dan tidak pernah menerima apa yang seharusnya menjadi hak masyarakat. Kompor gas malah yang sudah ada malah diperjual belikan.

Tidak terbayangkan bagaimana dengan kebiasan atau instansi yang ada di atas Desa dimana semuanya saling berkaitan, mana yang katanya pengawsan terhadap pembangunan? Pengawan terhadap pembangunan tidak terjadi yang ada hanya pengawasan jatah setiap kali bertamu harus tetap ada.

Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat keadaan yang busuk, jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan kedalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya.

Saat ini untuk memberikan efek jera Indonesia perlu hukuman titik Untuk dijadikan solusi pembasmian penyakit korupsi. Bukan lagi hukuman-hukuman yang selalu berakhir koma tanpa pernah ada titik, sehingga Indonesia semakin terjangkit penyakit korupsi dan penyakit korupsi di Indonesia ini terus tumbuh subur diatas kebosanan dan kejemuan, serta yang penting lagi adalah hukuman titik atau mati akan mengeluarkan Indonesia dari wabah penyakit korupsi.

Sumber:

Ulasan Menurut Penulis
Sungguh memprihatinkan melihat kondisi bangsa kita. Kasus korupsi merajalela dan menjadi budaya di Indonesia. Ibarat wabah penyakit, korupsi sudah menyerang dan menyebar ke seluruh organ-organ dalam tubuh bangsa kita. Menggerogoti setiap sendi-sendi ekonomi negara. Saya sangat setuju bahwa para aktor korupsi harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Karena korupsi jelas berpengaruh terhadap lingkungan baik di bidang mental maupun kehidupan/perekonomian hidup masyarakat. Kalau korupsi sudah dilaksanakan mulai pegawai rendahan sampai dengan pegawai tinggi atau pejabat maka korupsi sudah menjadi "budaya" yang tentunya merusak tatanan kehidupan masyarakat. Permasalahannya terletak pada hukum Indonesia yang masih belum tegas dalam menegakkan kasus ini. Meskipun sistem pengawasan, pencegahan, sekaligus penindakan terhadap kasus korupsi yang diwujudkan dengan pembuatan undang-undang, bahkan pembentukan lembaga seperti KPK telah ditegakkan. Namun, pada kenyataannya belum juga mampu sepenuhnya memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Salah satu contoh pencegahan yang dilakukan yaitu dengan menumbuh kembangkan kesadaran anti korupsi dalam jiwa-jiwa penerus bangsa. Pendidikan anti korupsi juga perlu diajarkan di sekolah-sekolah. Siswa sekolah perlu diingatkan dan ditanamkan kesadaran bahwa korupsi itu sama dengan mencuri. 

TUGAS ILMU BUDAYA DASAR (12) 
NAMA: Novi Amanda Igasenja
KELAS: 1ID07
NPM: 364 13 516

Tidak ada komentar:

Posting Komentar