Jumat, 27 Desember 2013

Kebudayaan Indonesia: Keris

Keris adalah senjata tikam pendek yang berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya, bentuknya  memiliki keunikan tersendiri sehingga mudah dibedakan dengan senjata tajam yang lain. Kekhasan dari keris adalah bentuknya yang  tidak simetris di bagian pangkal yang melebar,bilahnya berkelok-kelok, dan banyak di antaranya memiliki pamor/hiasan (damascene), yang terlihat serat-serat lapisan logam cerah pada helai bilah. Keris telah digunakan selama lebih dari 600 tahun oleh bangsa-bangsa Melayu seperti Malaysia, Filipina Selatan (Mindanau), Thailand Selatan, Brunei darusalam dan Indonesia. 

Fungsi keris
Masyarakat Melayu tradisional beranggapan bahwa keris bukan hanya senjata yang berfungsi untuk mempertahankan diri tapi juga lambang kedaulatan orang melayu. Keris juga dianggap sebagai senjata tajam yang dipercaya memiliki kekuatan magis sehingga masyarakat melayu tradisonal melakukan riual-ritual khusus untuk menjaga keris seperti mengasapkan keris di malam Jumat atau ritual mengasamlimaukan keris sebagai cara untuk menjaga logam keris dan menambah bisa nya.

Di Indonesia, keris merupakan salah satu budaya yang masih bertahan, bahkan keris telah diakui menjadi warisan budaya dunia milik Indonesia oleh UNESCO. Sampai saat ini keris masih digunakan dalam berbagai ritual kebudayaan di berbagai daerah di Indonesia.misalnya saja di daerah yang berpenduduk Suku Jawa, keris biasa digunakan sebagai pelengkap busana pernikahan untuk pengantin pria. Hal ini terjadi karena keris dianggap sebagai lambang pusaka dan simbol kejantanan pria. Selain itu, keris juga dianggap memiliki fungsi spiritual, ini terbukti  dalam upacara peringatan satu sura di keraton Yogyakarta, ada ritual mengkirabkan senjata tajam seperti tombak pusaka, pisau besar (bendho), termasuk juga keris. Dalam upacara ini senjata unggulan keraton diarak mengelilingi keraton sambil memusatkan pikiran dan perasaan untuk memuji dan memohon kepada pencipta semesta alam, agar diberikan kesejahteraan, kebahagiaan dan perlindungan. 

Sejarah keris
Keris diperkirakan telah digunakan di Indonesia khususnya oleh masyarakat Jawa sekitar abad ke-9 Masehi. Hal yang membuktikannya adalah salah satu panel relief Candi Borobudur dari abad ke-9 memperlihatkan seseorang memegang benda yang menyerupai keris, akan tetapi belum memiliki derajat kecondongan dan hulu/deder nya masih menyatu dengan bilah senjata. Keris juga diduga merupakan senjata tajam peninggalan Kebudayaan Dongson (Vietnam) dan Tiongkok Kuno. Keris diduga masuk dari tiongkok melalui dongson kemudian memasuki nusantara. Dugaan tersebut dimungkinkan karena adanya kemiripan bentuk antara keris dengan senjata yang berasal dari dua kebudayaan tersebut.  Di masa itu keris dianggap benda yang suci, karena itu penggunaan keris tidak hanya digunakan dalam peperangan atau sebagai senjata saja tapi juga sebagai pelengkap sesaji. Sejak saat itu, keris menjadi salah satu benda yang dipercaya memiliki kekuatan spiritual sehingga harus dilakukan ritual penghormatan. Penghormatan terhadap benda-benda garapan logam diduga merupakan pengaruh dari kebudayaan India (Siwaisme). Hal ini dikuatkan oleh penemuan dari Prasasti Dakuwu dari abad ke-6 yang menunjukkan ikonografi India yang menampilkan wesi aji seperti trisula, kudhi, arit, dan keris sombro.

Dalam perkembangannya, penemuan Prasasti Karangtengah dari tahun 824 Masehi menyebutkan istilah keris dalam suatu daftar peralatan sedangkan Prasasti Poh  di 904 M menyebut keris sebagai bagian dari sesaji dalam ritual persembahan. Akan tetapi, keterangan tersebut belum bisa dipastikan bahwa keris yang dimaksud dalam kedua prasasti tersebut adalah keris yang dikenal sekarang. Dalam pengetahuan perkerisan jawa (padhuwungan) keris padamasa para kediri-singasari merupakan keris budha atau keris sombro.

Para ilmuwan mempercayai bahwa keris budah adalah bentuk awal keris sebelum keris menemukan bentuk keris yang lebih khas. Bentuk keris pada masa itu mirip dengan belati gaya india. Berdasarkan catatan Ma Huan dari tahun 1416 yang merupakan angggota ekspedisi ceng ho menyebutkan “Orang-orang ini [Majapahit] selalu mengenakan pu-la-t ou (belati? atau beladau?)yang diselipkan pada ikat pinggang. [...], yang terbuat dari baja, dengan pola yang rumit dan bergaris-garis halus pada daunnya; hulunya terbuat dari emas, cula, atau gading yang diukir berbentuk manusia atau wajah raksasa dengan garapan yang sangat halus dan rajin.” Hal ini mengindikasikan bahwa keris merupakan senjata yang selalu dipakai oleh masyarakat saat itu untuk melindungi diri. Seiring dengan perkembangannya, pada abad ke 14 keris memperoleh bentuknya yang lebih khas atau lebih pribumi.

Filosofi keris
Keris adalah benda pusaka yang diakui keagungannya oleh bangsa Melayu terutama bangsa Indonesia. Keris berkembang dari waktu ke waktu, bertahan dan dipercaya oleh masyarakat. Tentu saja hal ini bukan sebuah pepesan kosong atau mitos semata. Para empu pembuat keris di zaman dahulu sangat memperhatikan ditail pembuatan keris dari bentuk,model, ukiran hingga ke hal-hal kecil seperti hiasan. Setiap ditail pada keris memilki makna masing-masing sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan oleh empu pembuat keris. Seorang empu menciptakan keris dengan ketekunan,kesungguhan dan cipta rasa yang tinggi. Keris diciptakan untuk menumbuhkan wibawa dan rasa percaya diri bukan untuk membunuh.

Bagi orang Jawa hidup itu penuh dengan perlambang yang harus dicari maknanya. Keris juga merupakan sebuah lambang yang menuntun manusia hidup di jalan yang benar. Pemahamn dangkal terhadap keris hanya akan memposisikan keris sebagai benda pusaka yang memilki kekuatan magis dan mampu meningkatkan harkat derajat manusia. Padahal, keris membawa pesan moral yang amat mulya, bersatunya senjata dengan cangkang keris bermakna hubungan akrab untuk menciptakan hidup yang harmonis dimana terjadi persatuan antar raja dan abdinya, rakyat dan pemimpinnya, insan kamil dan Tuhannya.



Sumber:

Ulasan Menurut Penulis
            Keris merupakan senjata tradisional yang dipercaya memiliki kekuatan spiritual dan juga sebagai barang seni yang bernilai tinggi. Keris telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia milik Indonesia. Warisan ini tentu tidak dimiliki oleh negara lain. Sebagai bangsa Indonesia, kita tentu bangga dan sudah menjadi kewajiban untuk memegang tanggung jawab atas pelestarian warisan-warisan budaya tersebut.

TUGAS ILMU BUDAYA DASAR (11) 
NAMA: Novi Amanda Igasenja
KELAS: 1ID07
NPM: 364 13 516

Jumat, 20 Desember 2013

Tari Piring

Photo courtesy of http://ws-tourism.com/wp-content/uploads/2009/05/tari_piring.jpg


Menyambut Dewa-Dewi Musim Panen
Tari Piring, atau Tari Piriang dalam bahasa lokal, merupakan seni tari tradisional masyarakat Minangkabau, yang berasal dari kota Solok, Sumatra Barat. Tarian ini menggunakan piring sebagai instrumen utama. Piring yang diletakan di atas telapak tangan diayun dan diliuk-liukan dengan gerakan-gerakan cepat dan teratur, dengan piring tetap dalam keadaan lekat dengan telapak tangan.

Sejarah Tari Piring
Beredar anggapan bahwa tari ini awalnya merupakan ritual ucapan terimakasih masyarakat setempat pada Dewa-Dewi seusai musim panen. Dalam ritual ini, piring-piring berisi berbagai makanan sesembahan dibawa dan disajikan kepada para Dewa-Dewi melalui gerakan-gerakan yang artistik. Setelah era Islam, tarian ini tidak lagi dijadikan media pemujaan, melainkan hanya sebagai hiburan semata, yang sering dipertunjukan pada berbagai acara keramaian.

Gerakan dalam Tari Piring
Tari Piring menghadirkan rangkaian gerak ‘atraksi’ penari mengayun-liukan piring di dua telapak tangannya ke sana kemari dalam tempo yang cepat, dengan diselingi dentingan suara antara piring-piring atau dentingan yang tercipta dari beradunya cincin pada jari para penari dengan piring. Di bagian akhir, biasanya piring yang dibawa para penari dilemparkan ke lantai, lantas mereka melanjutkan tarian di atas pecahan-pecahan piring-piring tersebut.

Jumlah penari, pada umumnya berjumlah ganjil, bisa tiga sampai tujuh orang. Para penari tersebut mengenakan pakaian khas yang didominasi warna-warna cerah, terutama merah dan kuning keemasan. Dengan iringan alat musik yang kahas Minangkabau, yakni Talempong dan Saluang, Tari Piring mengundang decak kagum para penontonnya. Dalam perkembangannya, Tari Piring menjadi salah satu ikon Sumatra Barat, dan sering kali dikirim untuk berbagai misi kebudayaan ke luar negeri, demi memperkenalkan budaya Indonesia, khususnya Sumatra Barat. Sebagai contoh, pada Agustus 2012, Tari Piring ambil bagian dalam Festival de Montoire, Perancis.

Tari Piring dalam Masyarakat Minangkabau
Tari piring, masih lestari di tengah masyarakat Minangkabau, serta memiliki peran khusus dalam prosesi pernikahan adat Minangkabau. Bagi orang Minangkabau, kurang lengkap nampaknya jika hari bahagia pernikahan tanpa sajian Tari Piring.

Sumber:

Ulasan menurut penulis
      Tari piring memang menjadi kebanggaan masyarakat Minang. Tarian tradisional ini tidak hanya menjadi simbol ucapan terimakasih ketika musim panen, tetapi juga seringkali dipertontonkan dalam pesta pernikahan adat Minangkabau. Dimana penarinya meliuk-liukan piring kesana kemari dengan cepatnya membuat orang yang melihatnya terpukau.

TUGAS ILMU BUDAYA DASAR (10) 
NAMA: Novi Amanda Igasenja
KELAS: 1ID07
NPM: 364 13 516

Senin, 16 Desember 2013

Candi Borobudur

     Borobudur adalah salah satu situs peninggalan bersejarah umat Budha terbesar di Dunia.Terletak di Muntilan, Kab. Magelang, sekitar 42 km dari kota Yogyakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Masyarakat dunia baru mengetahui keberadaannya pada tahun 1814 ketika ditemukan oleh Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa saat itu. Sejak ditemukannya candi Borobudur telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemerintah kolonial Belanda, selama masa penjajahan, sedikitnya telah mengeluarkan biaya 83.400,- Golden. Kemudian setelah kemerdekaan, antara tahun 1975-1982, pemerintah Indonesia berkerjasama dengan Unesco melakukan pemugaran ulang dan menyeluruh. Proyek kolosal ini memperkerjakan 600 orang dan menghabiskan biaya 7.750 juta dolar AS. Biaya yang tak sedikit dari masyarakat Internasional sebagai penghormatan dan penghargaan bagi peninggalan budaya dan sejarah bangsa kita.Penamaan Borobudur, pertama kali dikenalkan oleh Raffles dalam bukunya (Sejarah Pulau Jawa). Ia menamai Borobudur mengacu pada daerah sekitar tempat candi ini berdiri, yaitu desa Bore (Boro). Sementara istilah (Budur), Raffles mengacu pada istilah Buda dalam bahasa Jawa yang berarti (purba). Maka nama Borobudur yang disebutkan Raffles berarti “Boro Purba”. Sementara Casparis beranggapan bahwa “Budur” berasal dari istilah bhudhara yang berarti gunung.


     Bahkan dalam desertasinya, pada tahun 1950, J.G. de Casparis, dalam Soekmono (1973), telah mengemukakan nama asli dari candi Borobudur. Pernyataannya berdasar pada prasasti Karangtengah dan Tri Tepusan yang menyebutkan tentang penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kamūlān yang disebut Bhūmisambhāra. Maka diperkirakan bahwa nama asli Borobudur adalah Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa Sanskerta berarti (Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan Bodhisattva).


     Masih mengacu pada prasasti yang sama, Casparis memperkirakan pembangunan candi Borobudur di kerjakan pada masa Raja Mataram yang bernama Samaratungga dari wangsa Syailendra sekitar tahun 824 M. Diperkirakan pula bahwa pembangunan candi Borobudur menghabiskan waktu satu setengah abad, sehingga candi tersebut benar-benar rampung pada masa putrinya menjadi raja, yakni Ratu Pramudawardhani. Sejak saat itu candi Borobudur menjadi pusat ziarah penganut beragama Buddha sampai sekitar tahun 930 Masehi . Namun pada abad ke-11, karena kondisi politik, candi Borobudur mulai terlupakan dan dibiarkan rusak diterpa bencana alam. Kemudian terkubur dan menjadi hutan belantara.

     Menurut Wayman (1981), Borobudur adalah stupa berpola Mandala besar. Tersusun atas enam teras bujursangkar dan tiga teras lingkaran konsentris dalam bentuk 10 pelataran yang berdiri di atas dasar berukuran 123×123 m (403.5 × 403.5 ft) pada tiap sisinya dengan tinggi 4 m (13 kaki). Secara falsafah candi Borobudur melambangkan kosmos atau alam semesta, serta tingkatan alam pikiran dalam ajaran Buddha mazhab Wajrayana-Mahayana.

      Sebagai tempat peribadatan yang memiliki 504 arca Buddha, empat cerita yang digambarkan pada 1460 figura relief batu, Borobudur adalah bangunan dengan struktur asli warisan nenek moyang Indonesia yang tiada tandingannya di dunia. Selain itu, secara arsitektur, bangunan candi Borobudur menjadi gnomon (alat penanda waktu) yang memanfaatkan bayangan sinar matahari, serta memiliki nilai seni dan falsafah tinggi yang universal. Maka pantaslah setelah dipugar total, pada tahun 1991 UNESCO menetapkannya ke dalam daftar Situs Warisan Dunia.


Sumber:

Ulasan menurut penulis
      Candi Borobudur merupakan salah satu warisan budaya dunia dan merupakan salah satu objek wisata yang terkenal di Indonesia yang terletak di Magelang, Jawa Tengah. Di dalam candi itu sendiri terdapat relief-relief hias dan patung-patung yang sangat tinggi nilainya. Namun tidak semua patung dalam keadaan utuh, banyak patung dalam keadaan rusak, tanpa kepala dan tangan bahkan hilang entah kemana. Hal ini disebabkan oleh bencana alam dan tangan jahil atau pencurian sebelum candi Borobudur diadakan renovasi. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan. Oleh karena itu marilah kita bersama melestarikan warisan budaya bangsa Indonesia dengan tidak merusak dan dengan memperkenalkan candi Borobudur kepada masyarakat agar candi Borobudur dikenal luas, di Indonesia maupun di dunia.

TUGAS ILMU BUDAYA DASAR (9) 
NAMA: Novi Amanda Igasenja
KELAS: 1ID07
NPM: 364 13 516

Sabtu, 07 Desember 2013

Tradisi Lompat Batu di Pulau Nias


Batu yang harus dilompati tingginya sekira 2 meter, berlebar 90 cm, dan panjangnya 60 cm. Dengan ancang-ancang lari yang tidak jauh, seorang pemuda Nias akan dengan tangkas melaju kencang lalu menginjak sebongkah batu untuk kemudian melenting ke udara melewati sebuah batu besar setinggi 2 meteran menyerupai benteng. Puncak bantu tidak boleh tersentuh dan sebuah pendaratan yang sempurna harus dituntaskan karena apabila tidak maka resikonya adalah cedera otot atau bahkan patah tulang.
            Sedari 7 tahun anak lelaki di Pulau Nias berlatih melompati tali yang terus meninggi takarannya seiring usia mereka yang bertambah. Bila saatnya tiba maka mereka akan melompati tumpukan batu berbentuk seperti prisma terpotong setinggi 2 meter. Ini juga sekaligus menjadi penakar keberanian dan kedewasaan mereka sebagai keturunan pejuang Nias.

            Tradisi lompat batu di Pulau Nias, Sumatera Utara atau disebut sebagai hombo  batu atau fahombo  telah berlangsung selama berabad-abad. Tradisi ini lestari bersama budaya megalit di pulau seluas 5.625 km² yang dikelilingi Samudera Hindia dan berpenduduk 700.000 jiwa itu. 

            Tradisi fahombo diwariskan turun-temurun di setiap keluarga dari ayah kepada anak lelakinya. Akan tetapi, tidak semua pemuda Nias sanggup melakukannya meskipun sudah berlatih sedari kecil. Masyarakat Nias percaya bahwa selain latihan, ada unsur magis dari roh leluhur dimana seseorang dapat berhasil melompati batu dengan sempurna. 

            Lompat batu di Pulau Nias awalnya merupakan tradisi yang lahir dari kebiasaan berperang antardesa suku-suku di Pulau Nias. Masyarakat Nias memiliki karakter keras dan kuat diwarisi dari budaya pejuang perang. Dahulu suku-suku di pulau ini sering berperang karena terprovokasi oleh rasa dendam, perbatasan tanah, atau masalah perbudakan. Masing-masing desa kemudian membentengi wilayahnya dengan batu atau bambu setinggi 2 meter. Oleh karena itu, tradisi lompat batu pun lahir dan dilakukan sebagai sebuah persiapan sebelum berperang.

            Saat itu, desa-desa di Pulau Nias yang dipimpin para bangsawan dari strata balugu akan menentukan pantas tidaknya seorang pria Nias menjadi prajurit untuk berperang. Selain memiliki fisik yang kuat, menguasai bela diri dan ilmu-ilmu hitam, mereka juga harus dapat melompati sebuah batu bersusun setinggi 2 meter tanpa menyentuh permukaannya sedikitpun sebagai tes akhir.

            Kini tradisi lompat batu bukan untuk persiapan perang antarsuku atau antardesa tetapi sebagai ritual dan simbol budaya orang Nias. Pemuda Nias yang berhasil melakukan tradisi ini akan dianggap dewasa dan matang secara fisik sehingga dapat menikah. Kadang orang yang berhasil melakukan tradisi ini juga akan dianggap menjadi pembela desanya jika terjadi konflik.

            Atraksi hombo batu tidak hanya memberikan kebanggaan bagi seorang pemuda Nias tetapi juga untuk keluarga mereka. Keluarga yang anaknya telah berhasil dalam hombo batu maka akan mengadakan pesta dengan menyembelih beberapa ekor ternak.

            Anda dapat menikmati atraksi mengagumkan ini di beberapa tempat di Pulau Nias, seperti di Desa Bawo Mataluo (Bukit Matahari) atau di Desa Bawomataluo, Kabupaten Nias Selatan. Saat menyambangi Pulau Nias jangan lewatkan juga untuk mengamati kemegahan warisan budayanya berupa arca peninggalan megalit, rumah tradisional, dan tentunya berselancar (surfing) atau menyelam (diving). (Him/Indonesia.travel)

Sumber:

Ulasan menurut penulis
            Tradisi lompat batu di Pulau Nias, Sumatera Utara atau disebut sebagai hombo merupakan aset warisan kebudayaan bangsa Indonesia yang telah dikenal sampai ke mancanegara.  Lompat batu ini dilakukan oleh laki-laki sebagai simbol kedewasaan pemuda Nias. Batu yang dilompati ini kira-kira setinggi 2 meter dan dilompati tanpa menyentuh puncak batu. Para pelompat tidak hanya sekedar harus melintasi tumpukan batu tersebut, tetapi juga harus memiliki teknik seperti saat mendarat, karena jika mendarat dengan posisi yang salah dapat menyebabkan cedera otot atau patah tulang. Meskipun begitu, budaya hombo ini harus tetap dijaga dan dipelihara keutuhannya. Lompat batu nias ini juga menjadi sejarah yang harus diturunkan dari generasi ke generasi guna mempertahankan tradisi kebudayaan yang ada.

TUGAS ILMU BUDAYA DASAR (8) 
NAMA: Novi Amanda Igasenja
KELAS: 1ID07
NPM: 364 13 516


Senin, 02 Desember 2013

CONTOH LAPORAN ILMIAH

LAPORAN ILMIAH BIOLOGI
PENGARUH CAHAYA MATAHARI TERHADAP PERTUMBUHAN KACANG HIJAU








Disusun oleh:
       1.      Novi Amanda I.S (Ketua Kelompok)
       2.      Maher Zain Antonio
       3.      M. Faruq Fadlurrahman
       4.      Muszdalifa




KELOMPOK 8
KELAS XII IPA 3
SMA NEGERI 109 JAKARTA
2012/2013





KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami, khususnya bagi kelompok delapan dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengaruh Cahaya Matahari Terhadap Pertumbuhan Kacang Hijau” yang telah kami susun berdasarkan proses-proses yang telah kami lalui sebelumnya, mulai dari pencarian informasi dengan cara eksperimen, penulisan, pengumpulan, dan sampai pada penyusunan makalah tepat pada waktunya.
Penulisan metode ilmiah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan oleh guru bidang studi biologi. Kami menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa, Bu Kung selaku guru pembimbing yang telah memberikan dorongan dan motivasi, dan tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah mendukung dalam pembuatan makalah ini.
Disini kami juga sampaikan, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya, jika seandainya dalam penulisan terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan, kami dengan senang hati menerima masukan, kritikan dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun. Akhir kata semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan memberikan manfaat kepada para pembaca.





Jakarta, Agustus 2012



                                                            Penyusun
Kelompok 8, XII IPA 3


  

ABSRAKSI
Makhluk hidup selalu tumbuh dan berkembang semasa hidupnya. Pertumbuhan dan perkembangan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Salah satu dari faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ini adalah cahaya. Cahaya merupakan faktor penting dalam pertumbuhan dan perkembangan. Pada percobaan kali ini, kami mengamati pertumbuhan tanaman biji kacang hijau yang diberikan beberapa pencahayaan yang berbeda. Sebagai patokan tingkat kesuburan, kami mengamati keadaan batang dan daun tumbuhan selama 7 hari. Tingkat cahaya yang dipakai sebagai contoh adalah terang, redup, dan  gelap.




DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................................i
Abstraksi....................................................................................................................................ii
Daftar Isi....................................................................................................................................iii

BAB  I PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang Masalah...................................................................................................1
1.2   Identifikasi Masalah..........................................................................................................1
1.3   Pembatasan Masalah.........................................................................................................1
1.4   Perumusan Masalah..........................................................................................................1
1.5   Tujuan Penelitian...............................................................................................................1
1.6   Manfaat Penelitian............................................................................................................1

BAB  II KAJIAN TEORI
2.1   Teori...................................................................................................................................2
2.2   Hipotesis Penelitian...........................................................................................................2

BAB  III METODOLOGI PENELITIAN
3.1   Metode Penelitian.............................................................................................................3
3.2   Populasi dan Sampel..........................................................................................................3
3.3   Variabel Penelitian............................................................................................................3
3.4   Alat dan Bahan..................................................................................................................3
        3.4.1 Alat
        3.4.2 Bahan
3.5   Rancangan Penelitian.......................................................................................................3
3.6   Waktu dan Tempat Penelitian..........................................................................................3
3.7   Prosedur Penelitian...........................................................................................................4
        3.7.1 Persiapan
        3.7.2 Pelaksananaan
3.8  Pengumpulan dan Analisa Data........................................................................................5
        3.8.1 Teknik Pengumpulan Data
        3.8.2 Analisa Data

BAB  IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1   Hasil Penelitian..................................................................................................................6
4.2   Pembahasan.......................................................................................................................6

BAB  V SIMPULAN DAN SARAN
5.1   Simpulan.............................................................................................................................7
5.2   Saran..................................................................................................................................7

Daftar Pustaka...........................................................................................................................8
Dokumentasi..............................................................................................................................8




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah
Kacang hijau atau Phaseolus aureus berasal dari famili Fabaceae alias polong-polongan. Kacang hijau dan kecambahnya memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Kandungan proteinnya cukup tinggi, kaya akan vitamin dan merupakan sumber mineral penting, seperti kalsium dan fosfor yang sangat diperlukan tubuh. Sementara itu, kandungan lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh sehingga aman dikonsumsi oleh orang-orang dengan masakan obesitas. Kacang hijau termasuk jenis tanaman yang relatif mudah untuk ditanam karena tidak tergantung pada iklim tertentu. Dengan memperhatikan kecukupan faktor-faktor eksternal seperti air dan mineral, kelembaban, suhu serta cahaya, kacang hijau dapat tumbuh dengan baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada kacang hijau adalah cahaya. Pemberian intensitas cahaya yang berbeda akan menghasilkan pertumbuhan yang berbeda pula. Berdasarkan hal tersebut kelompok kami pun tertarik mengadakan eksperimen untuk mengetahui apakah benar ada pengaruh cahaya matahari terhadap pertumbuhan kacang hijau.

1.2       Identifikasi Masalah
1.      Cahaya dapat mempercepat atau menghambat pertumbuhan biji
2.    Perbedaan tanaman kacang hijau yang dikenakan pada sinar matahari dan tidak dikenakan pada sinar matahari

1.3       Pembatasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini kami membahas, melihat dan mengamati sebatas pada pengaruh cahaya matahari terhadap pertumbuhan tanaman kacang hijau.

1.4       Perumusan Masalah
Apakah cahaya berpengaruh terhadap pertumbuhan kacang hijau?

1.5       Tujuan Penelitian
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1.      Mengetahui pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap proses perkecambahan kacang hijau
2.   Mengetahui ciri-ciri dari kecambah yang mendapatkan sinar matahari dengan yang tidak selama dalam proses perkecambahannya.

1.6       Manfaat Penelitian
1.  Sebagai sumber informasi bagi sebagian orang yang belum mengetahui pengaruh cahaya bagi tumbuhan, khususnya kacang hijau.
2.      Sebagai sumber informasi dalam pengembangan teknologi pertanian.




BAB 2
KAJIAN TEORI

2.1    Teori
Pertumbuhan adalah proses pertambahan volume yang irreversible (tidak dapat balik) karena adanya pembelahan mitosis atau pembesaran sel, dapat pula disebabkan oleh keduanya. Pertumbuhan dapat diukur dan dinyatakan secara kuantitatif, contohnya pertumbuhan batang tanaman dapat diukur dengan busur pertumbuhan atau auksanometer.
Perkembangan adalah terspesialisasinya sel-sel menjadi struktur dan fungsi tertentu. Perkembangan tidak dapat dinyatakan dengan ukuran, tetapi dapat dinyatakan dengan perubahan bentuk dan tingkat kedewasaan. Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan biji dimulai dengan perkecambahan. Kemudian, kecambah berkembang menjadi tumbuhan kecil yang sempurna, yang kemudian tumbuh membesar. Setelah mencapai masa tertentu, tumbuhan akan berbunga dan menghasilkan biji kembali. Perkecambahan adalah munculnya plumula (tanaman kecil dari dalam biji). Berdasarkan letak kotiledonnya perkecambahan dibedakan menjadi 2, yaitu epigeal dan hipogeal. Perkecambahan epigeal adalah apabila terjadi pembentangan ruas batang di bawah daun lembaga atau hipokotil sehingga mengakibatkan daun lembaga dan kotiledon terangkat ke atas tanah, misalnya pada kacang hijau. Sedangkan perkecambahan hipogeal adalah apabila terjadi pembentangan ruas batang teratas (epikotil) sehingga daun lembaga ikut tertarik ke atas tanah, tetapi kotiledon tetap di dalam tanah, misalnya pada biji kacang kapri.
Pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal/lingkungan merupakan faktor luar yang erat sekali hubungannya dengan proses pertumbuhan dan perkembangan. Beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah air dan mineral, kelembaban, suhu, dan cahaya. Sedangkan faktor internal yaitu faktor yang melibatkan hormon dan gen yang akan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Salah satu faktor eksternal adalah cahaya. Tumbuhan memerlukan cahaya. Banyaknya cahaya yang diperlukan tidak selalu sama pada setiap tumbuhan. Umumnya, cahaya menghambat pertumbuhan meninggi karena cahaya dapat menguraikan auksin (suatu hormon pertumbuhan). Hal ini dapat kita lihat pada tumbuhan yang berada di tempat gelap akan lebih cepat tinggi daripada tumbuhan yang berada di tempat terang. Pertumbuhan yang cepat di tempat gelap disebut etiolasi. Cahaya juga merangsang pembungaan tumbuhan tertentu. Ada tumbuhan yang dapat berbunga pada hari pendek (lamanya penyinaran matahari lebih pendek daripada waktu gelapnya). Ada pula tumbuhan yang berbunga pada hari panjang (lamanya penyinaran lebih panjang daripada waktu gelapnya). Hal tersebut berhubungan dengan aktifitas hormon fitokrom dalam tumbuhan. Selain mempengaruhi pembungaan, fitokrom berpengaruh terhadap etiolasi, pemanjangan batang, pelebaran daun, dan pekecambahan. Fitokrom adalah protein dengan kromatofora yang mirip fikosianin.

2.2    Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap pertumbuhan biji kacang hijau.




BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1       Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, penelitian dilakukan dengan metode eksperimen.

3.2      Populasi dan Sampel
Populasi adalah 1 bungkus kacang hijau dan sampelnya 15 biji kacang hijau.

3.3       Variabel Penelitian
Variabel bebas: Cahaya matahari
Variabel terikat: Pertumbuhan biji kacang hijau (panjang batang, warna tanaman, keadaan batang kecambah)
Variabel kontrol: Jumlah air, kualitas biji kacang hijau

3.4       Alat dan Bahan
3.4.1 Alat           :           1. Gelas plastik 3 buah
                                                2. Penggaris
3.4.2 Bahan       :           1. Biji kacang hijau 15 butir
                                    2. Tanah secukupnya
3. Air

3.5       Rancangan Penelitian
Gelas A           :    Perlakuan dengan cahaya/terang selama 1 – 7 hari
Gelas B           :    Perlakuan dengan cahaya redup selama 1 – 7 hari
Gelas C           :    Perlakuan dengan tanpa cahaya/gelap selama 1 – 7 hari

Keterangan:
Tiap wadah terdiri dari 5 biji kacang hijau yang ditanam dalam gelas plastik/aqua mineral yang telah dilubangi dengan jenis dan volume tanah yang sama.

3.6       Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini kami lakukan selama 1 minggu. Memulai penanaman pada hari Sabtu, 28 Juli 2012 sampai dengan hari Sabtu, 4 Agustus 2012. Pengamatan kami lakukan setiap hari pada siang hari pukul 15.00.
3.6.1 Waktu
                  Penanaman: Sabtu, 28 Juli 2012
3.6.2 Tempat penelitian
      Di rumah M. Faruq Fadlurrahman, Jl. M. Kahfi, Jakarta Selatan

3.7   Prosedur Penelitian
3.7.1 Persiapan
Kelompok kami memulai menanam pada hari Kamis, 26 Juli 2012 di rumah Faruq. Namun karena kurang memperhatikan variabel penggangu, biji kacang hijau pada gelas A dimakan tikus, sehingga kelompok kami harus mengulang kembali pada hari Sabtu, 28 Juli 2012. Agar biji tidak dimakan tikus, peletakkan gelas A (terang) sebaiknya di tempat yang lebih tinggi. Penelitian menggunakan tehnik pengukuran pada kecambah kacang hijau dan memasukan hasil penelitian ke dalam tabel.

3.7.2 Pelaksanaan
1.      Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2.      Siapkan ketiga gelas plastik yang sudah dilubangi dan diisi tanah.
3.      Rendam beberapa biji kacang hijau selama 3 menit.
4.    Pilih biji kacang hijau berkualitas baik dengan cara dimasukkan ke dalam air, kacang hijau yang tenggelam merupakan kacang hijau dengan kualitas bagus.
5.      Letakkan 5 biji kacang hijau pada masing-masing wadah.
6.      Beri label A, B, C pada tiap-tiap wadah.
7.      Memberikan perlakuan dan penelitian:
a) Tempatkan gelas A di tempat yang terkena sinar matahari langsung dan diletakkan di halaman.
b) Tempatkan gelas B pada keadaan redup seperti di bawah meja agar sinar matahari tidak langsung mengenai tumbuhan kacang hijau.
c) Tempatkan gelas C pada keadaan gelap (tidak terkena cahaya matahari) misalnya di dalam kardus.
8.  Amati pertumbuhannya selama 1 minggu dengan tak lupa melakukan penyiraman setiap harinya.
9.      Catat hasil pengamatan ke dalam tabel pengamatan.

3.8    Pengumpulan dan Analisa Data
  3.8.1 Teknik Pengumpulan Data
          Teknik observasi adalah dengan melakukan pengamatan untuk memperoleh data secara langsung ke objek penelitian.

        3.8.2 Analisa Data
Hari
ke-
Hari/tgl
Deskripsi Perkembangan dan Pertumbuhan Kecambah
Gelas A (terang)
Gelas B (redup)
Gelas C (gelap)
0
Sabtu
28/7/12
Penanaman
Penanaman
Penanaman
1
Minggu
29/7/12
- Kulit biji pecah
- Tumbuh akar/radicula
- Panjang akar 0,4 cm
- Kulit biji pecah
- Belum tumbuh akar
- Kulit biji pecah
- Tumbuh akar/radicula
- Panjang akar 2 cm
2
Senin
30/7/12
- Kulit biji terkelupas
- Panjang akar 1,4 cm
- Kulit biji terkelupas
- Tumbuh akar/radicula
- Panjang akar 1,3 cm
- Kulit biji terkelupas
- Terdapat rambut akar
- Panjang akar 6 cm
3
Selasa
31/7/12
- Panjang akar 2,3 cm
- Tumbuh tunas
- Terdapat rambut akar
- Panjang 4,5 cm
- Tumbuh tunas
- Muncul plumula
- Kuncup mulai tumbuh
- Panjang 11,5 cm
4
Rabu
1/8/12
- Tumbuh tunas
- Terdapat rambut akar
- Muncul plumula
- Panjang 3 cm
- Kotiledon terangkat
- Muncul plumula
- Kuncup mulai tumbuh
- Tinggi 8,5 cm
- Muncul daun
- Kotiledon terangkat
- Tinggi 18,5 cm
5
Kamis
2/8/12
- Kuncup mulai tumbuh
- Kotiledon terangkat
- Tinggi 6 cm
- Muncul daun
- Tinggi 15 cm
- Tinggi 25,5 cm
6
Jumat
3/8/12
- Muncul daun
- Tinggi 8,5 cm
- Tinggi 20 cm
- Tinggi 27 cm
7
Sabtu
4/8/2012
- Daun lebar dan tebal
- Tinggi 15 cm
- Daun kecil dan tipis
- Tinggi 23 cm
- Daun kecil dan tipis
- Tinggi 30,5 cm
Rata-rata
5,2 cm
10,3 cm
17,3 cm

Secara keseluruhan, pertumbuhan kacang hijau pada ketiga gelas tersebut tidak selalu stabil dari hari ke hari. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor eksternal maupun faktor internal.
Rata-rata panjang kacang hijau di tempat terang 5,2 cm.
Rata-rata panjang kacang hijau di tempat redup 10,3 cm.
Rata-rata panjang kacang hijau di tempat gelap 17,3 cm.




BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1   Hasil Penelitian
Tabel 1 (Tanaman diletakkan di tempat terang)
Hari Ke-
Tinggi Batang (cm)
Jumlah Daun
Keadaan/Kualitas Tanaman
1
0,4
-
Tumbuhan cenderung lambat dalam pertumbuhannya, tetapi daun lebar dan tebal, berwarna hijau yang mengindikasikan tanaman tersebut sehat. Batang tegak dan kokoh.
2
1,4
-
3
2,3
-
4
3
-
5
6
-
6
8,5
2
7
15
2

Tabel 2 (Tanaman diletakkan di tempat redup)
Hari Ke-
Tinggi Batang (cm)
Jumlah Daun
Keadaan/Kualitas Tanaman
1
-
-
Tumbuhan dapat tumbuh dengan cepat. Daunnya kecil, tipis, dan berwarna kekuning-kuningan menunjukkan tanaman kurang sehat. Batang membelok ke arah datangnya cahaya.
2
1,3
-
3
4,5
-
4
8,5
-
5
15
2
6
20
2
7
23
2

Tabel 3 (Tanaman diletakkan di tempat gelap) 
Hari Ke-
Tinggi Batang (cm)
Jumlah Daun
Keadaan/Kualitas Tanaman
1
2
-
Tumbuhan tumbuh dengan sangat cepat, tetapi daunnya kecil berwarna kuning dan pucat, menunjukkan bahwa tanaman tidak sehat. Batangnya tidak kokoh dan menjadi bengkok karena mencari sinar matahari.
2
6
-
3
11,5
-
4
18,5
2
5
25,5
2
6
27
2
7
30,5
2

4.2   Pembahasan
Dari tabel hasil penelitian, dapat diketahui bahwa kacang hijau yang diletakkan di tempat yang gelap dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan di tempat redup maupun terang. Tumbuhan kacang hijau yang tumbuh ditempat gelap batangnya lebih panjang, plumula dan akarnya lebih dulu muncul dibandingkan yang lainnya. Faktor cahaya seperti ini rupanya sangat mempengaruhi pertumbuhan kacang hijau. Semakin terang cahaya yang terkena tumbuhan kacang hijau semakin lama pertumbuhan kacang hijau dan sebaliknya.




BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1    Simpulan
Berdasarkan data dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan, bahwa:
  1. Intensitas cahaya berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kacang hijau.
  2. Tanaman yang terkena cahaya matahari secara langsung pertumbuhannya lebih lambat karena tanaman menguraikan auksin, daunnya lebih lebar dan tebal, berwarna hijau, batang tegak, kokoh. Hal ini disebabkan hormon etilen sangat cepat berkembang dimana hormon etilen fungsinya membuat batang lebih tebal dan menahan pemanjangan batang.
  3. Tanaman yang diletakkan di tempat redup maka pertumbuhan akan membelok ke arah datangnya cahaya. Tumbuh dengan cepat, daunnya berwarna kekuning-kuningan dan tumbuhan terlihat pucat.
  4. Tanaman yang diletakkan di tempat gelap mengalami etiolasi karena tidak ada cahaya yang dapat menguraikan auksin (hormon pertumbuhan) pada ujung tanaman. Pertumbuhannya lebih cepat dan mempunyai batang yang lebih tinggi. Kondisi tumbuhan lemah, batang melengkung dan tidak kokoh, daun kecil dan tumbuhan tampak pucat dan berwarna kuning. Ini berarti tanaman tidak mengandung klorofil karena tidak terjadi proses fotosintesis.
  5. Kacang hijau termasuk perkecambahan epigeal karena terjadi pembentangan ruas batang di bawah daun lembaga atau hipokotil sehingga mengakibatkan daun lembaga dan kotiledon terangkat ke atas tanah.
  6. Dengan demikian hipotesis atau dugaan awal diterima karena sesuai dengan hasil eksperimen.

5.2    Saran
Dengan terselesaikannya metode ilmiah ini, kelompok kami ingin menyampaikan beberapa saran yang mungkin bermanfaat bagi pembaca, antara lain
  1. Untuk memperoleh pertumbuhan tanaman yang baik, sebaiknya tanaman tersebut pada mulanya diletakkan di tempat yang gelap lalu tanaman dipindahkan ke tempat yang terang agar dapat berfotosintesis.
  2. Untuk kelompok yang ingin melakukan penanaman, hendaknya perlu memperhatikan variabel penggagu yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman.
  3.  Jika mengukur tinggi kecambah, sebaiknya tidak dicabut dari tanah atau tempat penanaman.
  4. Terdapat banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini, oleh sebab itu bagi para pembaca yang ingin melakukan percobaan serupa, kami menyarankan untuk memahami teori-teori yang dibutuhkan untuk pengambilan data. 




DAFTAR PUSTAKA

Pujiyanto, Sri. 2008. Menjelajah Dunia Biologi. Jakarta: Platinum
D.A. Pratiwi, dkk. 2006. Biologi untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga 
Alhasyi. 2011. Makalah Biologi Tentang Penelitian Kacang Hijau. (http://alhasyi.blogspot.com/2012/06/makalah-biologi-tentang-penelitian.html diakses 25 Agustus 2012)
Ishofy. 2011. Metode Ilmiah Penelitian Pertumbuhan. (http://ishofy.blogspot.com/2012/04/metode-ilmiah-penelitian-pertumbuhan.html diakses 25 Agustus 2012)
Carllos, Devians. 2011. Karya Ilmiah Biologi. (http://alvians271.blogspot.com/2011/12/karya-ilmiah-biologi.html diakses 25 Agustus 2012)




DOKUMENTASI

Gambar 1: Gelas A(terang), Gelas B(redup), Gelas C(gelap)

Gambar 2: Gelas A(terang)

Gambar 3: Gelas B(redup)

Gambar 4: Gelas C(gelap)